Kamis, 22 Juli 2021

Program Guru Penggerak Angkatan 2

Koneksi Antar Materi - Modul 2.1

Pembelajaran Berdiferensiasi

“Semua pengetahuan terhubung ke semua pengetahuan lainnya. Yang menyenangkan adalah membuat koneksinya.” 

(Arthur Aufderheide)

Pembelajaran Berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid. (Tomlinson (2000))

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan murid. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

  1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang’ murid untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap murid di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.
  2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga muridnya.
  3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan murid mana yang masih ketinggalan, atau sebaliknya, murid mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.
  4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar muridnya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar murid tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
  5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif. 
Tomlinson mendeskripsikan ada enam kerangka kerja dalam diferensiasi, yaitu :
  1. memperhatikan kesiapan akademik siswa,
  2. minat siswa,
  3. gaya belajar siswa harus dijadikan acuan untuk merencanakan aktivitas belajar siswa,
  4. meminta para guru untuk memberikan strategi jamak/beragam untuk mengorganisasikan dan membedakan isi (kurikulum),
  5. proses (pembelajaran),
  6. produk (penilaian) untuk mengakomodir tingkat kesiapan,perbedaan minat, dan perbedaan gaya belajar siswa.(sumber Melany Kusumawati, S.Pd., M.S.- ACS Jakarta (2017))
Dapat dilihat bahwa pembelajaran berdiferensiasi ini merupakan pembelajaran yang berpihak pada murid. Hal ini merupakan praktek nyata dari perwujudan filosofi Ki Hajar Dewantara.
Guru menjadi fasilitator dan pelatih,sedangkan siswa menjadi peserta yang aktif dalam proses belajar mereka sendiri. Siswa membuat pilihan berdasarkan minat dan pilihan belajar mereka, belajar sendiri, saling menjadi tutor sebaya, dan bekerja dalam kelompok kecil.
Jelas sekali bahwa fungsi guru sebagai AMONG yang akan bergerak Ing NGarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani.

Lebak, Juli 2021
Diklat Calon Guru Penggerak - Angkatan 2

Senin, 05 Juli 2021

Aksi Nyata Calon Guru Penggerak

 

Aksi Nyata - Budaya Positif 

(Artikel ini dibuat untuk memenuhi tugas Modul 1.4 Diklat Calon Guru Penggerak Angkatan 2 )

 

Dilatarbelakangi pengetahuan baru yang didapat penulis pada Diklat Calon Guru Penggerak tentang Filosofi Ki Hadjar Dewantara (KHD)  yang membedakan antara pengertian pengajaran dan pendidikan. Menurut KHD, pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota masyarakat. Jadi menurut KHD (2009),  “pendidikan dan pengajaran merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang seluas-luasnya”.

    Sebagai Calon Guru Penggerak, penulis merasa bahwa selama ini dalam proses pendidikan yang dilakukan sangat berbeda dengan filosofi KHD tadi. Pada proses pendidikan yang telah dilakukan, guru lebih banyak memberikan instruksi dan ceramah, pembelajaran di kelas berpusat pada guru. Setelah mempelajari filosofi KHD bahwa pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak, maka proses pembelajaran dirasa perlu diperbaiki menuju pendidikan yang berpusat pada murid. Guru berperan menciptakan suasana belajar yang mendukung, membuat para murid menjadi lebih aktif dan kreatif. Untuk mewujudkan kondisi itu, guru diharap mampu melaksanakan Nilai dan Peran Guru Penggerak seperti yang telah dipelajari pada modul 1.2 dan mampu melakukan manajemen perubahan dengan pola pikir positif melalui pendekatan inkuiri apresiatif salah satunya melalui model BAGJA seperti yang terdapat pada modul 1.3. Yang pada akhirnya dapat mewujudkan visi Guru dan Sekolah Penggerak. Sebagai pamong untuk menuntun murid dalam belajar, guru  diharapkan dapat menjadi inisiator dalam mewujudkan budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid. 

Disiplin Positif sebagai Landasan untuk Membangun Budaya Positif di Sekolah. Dalam menumbuhkan disiplin pada diri murid secara intrinstik, guru perlu berperan pada posisi kontrol manajer yang bertanya dan membuat kesepakatan kelas bila murid melakukan kesalahan atau pelanggaran, bukan menuduh, memberi hukuman atau sebagai teman yang membiarkan murid melakukan kesalahan atau pelanggaran. Hal ini dilakukan karena pendidik sebagai pamong yaitu “menuntun” atau memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan kemerdekaannya dalam belajar. Anak diberi kebebasan, namun perlu  diberi tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya. Oleh karena itu, pada kesehariannya, pamong juga berperan sebagai pengontrol untuk mengingatkan murid jika berada dalam bahaya. Pada kesempatan lain, guru juga dapat berperan sebagai teman ketika berinteraksi agar dapat memahami murid dan membangun kedekatan.

                Adapun  aksi nyata dalam membuat kesepakatan kelas yang telah  dilakukan di antaranya adalah :

·        Di masa pandemi, sebagai persiapan untuk pertemuan tatap muka, kesepakatan kelas dibuat secara online. Pertemuan awal melalui  gmeet dilakukan untuk membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil.                                                  


·        Kelompok-kelompok kecil mendiskusikan poin-poin kesepakatan kelas melalui video call dan chat.                                                 


·        Hasil kesepakatan dari kelompok-kelompok kecil didiskusikan kembali dalam kelas melalui gmeet untuk kemudian diambil kesepakatan bersama. 

·        Naskah Kesepakatan Kelas yang telah disetujui bersama dituangkan dalam bentuk poster, kemudian ditempel di dinding kelas

Demikian aksi nyata yang dilakukan dalam masa pandemi ini. Diharapkan melalui Kesepakatan Kelas ini dapat membentuk Disiplin Positif dan selanjutnya tertanam menjadi Budaya Positif demi mewujudkan Profil Pelajar Pancasila dalam suasana Merdeka Belajar.

Adapun rencana perbaikan ke depan, guru akan berusaha menanamkan perubahan karakter murid melalui proses pembiasaan, berusaha menciptakan kelas yang nyaman agar motivasi belajar siswa dapat berkembang dan mendorong siswa untuk mau belajar aktif di kelas serta lingkungannya. 

Belajar Sepanjang Hayat 💓💓💓