Aksi Nyata - Budaya Positif
(Artikel ini dibuat untuk
memenuhi tugas Modul 1.4 Diklat Calon Guru Penggerak Angkatan 2 )
Dilatarbelakangi
pengetahuan baru yang didapat penulis pada Diklat Calon Guru Penggerak
tentang Filosofi Ki Hadjar Dewantara (KHD) yang
membedakan antara pengertian pengajaran dan pendidikan. Menurut KHD,
pengajaran (onderwijs) adalah bagian dari Pendidikan. Pengajaran
merupakan proses Pendidikan dalam memberi ilmu atau berfaedah untuk kecakapan
hidup anak secara lahir dan batin. Sedangkan
Pendidikan (opvoeding) memberi tuntunan terhadap segala kekuatan
kodrat yang dimiliki anak agar ia mampu mencapai keselamatan dan kebahagiaan
yang setinggi-tingginya baik sebagai seorang manusia maupun sebagai anggota
masyarakat. Jadi menurut KHD (2009), “pendidikan dan pengajaran
merupakan usaha persiapan dan persediaan untuk segala kepentingan hidup
manusia, baik dalam hidup bermasyarakat maupun hidup berbudaya dalam arti yang
seluas-luasnya”.
Sebagai Calon Guru Penggerak, penulis merasa bahwa selama ini dalam proses pendidikan yang dilakukan sangat berbeda dengan filosofi KHD tadi. Pada proses pendidikan yang telah dilakukan, guru lebih banyak memberikan instruksi dan ceramah, pembelajaran di kelas berpusat pada guru. Setelah mempelajari filosofi KHD bahwa pendidikan memberi tuntunan terhadap segala kekuatan kodrat yang dimiliki anak, maka proses pembelajaran dirasa perlu diperbaiki menuju pendidikan yang berpusat pada murid. Guru berperan menciptakan suasana belajar yang mendukung, membuat para murid menjadi lebih aktif dan kreatif. Untuk mewujudkan kondisi itu, guru diharap mampu melaksanakan Nilai dan Peran Guru Penggerak seperti yang telah dipelajari pada modul 1.2 dan mampu melakukan manajemen perubahan dengan pola pikir positif melalui pendekatan inkuiri apresiatif salah satunya melalui model BAGJA seperti yang terdapat pada modul 1.3. Yang pada akhirnya dapat mewujudkan visi Guru dan Sekolah Penggerak. Sebagai pamong untuk menuntun murid dalam belajar, guru diharapkan dapat menjadi inisiator dalam mewujudkan budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid.
Disiplin Positif sebagai Landasan untuk Membangun Budaya Positif di
Sekolah. Dalam menumbuhkan disiplin pada diri murid secara intrinstik,
guru perlu berperan pada posisi kontrol manajer yang bertanya dan membuat
kesepakatan kelas bila murid melakukan kesalahan atau pelanggaran,
bukan menuduh, memberi hukuman atau sebagai teman yang membiarkan murid
melakukan kesalahan atau pelanggaran. Hal ini dilakukan karena pendidik sebagai
pamong yaitu “menuntun” atau memberikan ‘tuntunan’ agar anak dapat menemukan
kemerdekaannya dalam belajar. Anak diberi kebebasan, namun perlu diberi
tuntunan dan arahan agar anak tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya.
Oleh karena itu, pada kesehariannya, pamong juga berperan sebagai pengontrol
untuk mengingatkan murid jika berada dalam bahaya. Pada kesempatan lain, guru
juga dapat berperan sebagai teman ketika berinteraksi agar dapat memahami murid
dan membangun kedekatan.
Adapun aksi nyata dalam
membuat kesepakatan kelas yang telah dilakukan di antaranya adalah :
· Di masa pandemi, sebagai persiapan untuk pertemuan tatap muka, kesepakatan kelas dibuat secara online. Pertemuan awal melalui gmeet dilakukan untuk membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil.
· Kelompok-kelompok kecil mendiskusikan poin-poin kesepakatan kelas melalui video call dan chat.
·
Hasil kesepakatan dari
kelompok-kelompok kecil didiskusikan kembali dalam kelas melalui gmeet untuk
kemudian diambil kesepakatan bersama.
·
Naskah Kesepakatan Kelas
yang telah disetujui bersama dituangkan dalam bentuk poster, kemudian ditempel
di dinding kelas
Demikian aksi nyata yang dilakukan dalam masa pandemi ini.
Diharapkan melalui Kesepakatan Kelas ini dapat
membentuk Disiplin Positif dan selanjutnya tertanam
menjadi Budaya Positif demi mewujudkan Profil
Pelajar Pancasila dalam suasana Merdeka Belajar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar